Kamis, 03 Juni 2010

pertahanan dan keamanan RI

Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara. Perbatasan suatu negara mempunyai peranan penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, menjaga keamanan dan keutuhan wilayah. Penentuan perbatasan negara dalam banyak hal ditentukan oleh proses historis, politik, hukum nasional dan internasional. Dalam konstitusi suatu negara sering dicantumkan pula penentuan batas wilayah.

Pembangunan wilayah perbatasan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis dalam mendukung keberhasilan pembangunan nasional, hal tersebut ditunjukkan oleh karakteristik kegiatan antara lain :

a. Mempunyai dampak pentingbagi kedaulatan negara.

b. Merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

c. Mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan dengan wilayah maupun antar negara.

d. Mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, baik skala regional maupun nasional.

Ketahanan wilayah perbatasan perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh karena kondisi tersebut akan mendukung ketahanan nasional dalam kerangka NKRI.

Keamanan wilayah perbatasan mulai menjadi concern setiap pemerintah yang wilayah negaranya berbatasan langsung dengan negara lain. Kesadaran akan adanya persepsi wilayah perbatasan antar negara telah mendorong para birokrat dan perumus kebijakan untuk mengembangkan suatu kajian tentang penataan wilayah perbatasan yang dilengkapi dengan perumusan sistem keamanannya. Hal ini menjadi isu strategis karena penataan kawasan perbatasan terkait dengan proses nation state building terhadap kemunculan potensi konflik internal di suatu negara dan bahkan pula dengan negara lainnya (neighbourhood countries). Penanganan perbatasan negara, pada hakekatnya merupakan bagian dari upaya perwujudan ruang wilayah nusantara sebagai satu kesatuan geografi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Sabarno, 2001) .

Kondisi Daerah Perbatasan Saat Ini

Pada umumnya daerah pebatasan belum mendapat perhatian secara proporsional. Kondisi ini terbukti dari kurangnya sarana prasarana pengamanan daerah perbatasan dan aparat keamanan di perbatasan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya berbagai permasalahan seperti, perubahan batas-batas wilayah, penyelundupan barang dan jasa serta kejahatan trans nasional (transnational crimes). Kondisi umum daerah perbatasan dapat dilihat dari aspek Pancagatra yaitu :

Aspek Ideologi.

Kurangnya akses pemerintah baik pusat maupun daerah ke kawasan perbatasan dapat menyebabkan masuknya pemahaman ideologi lain seperti paham komunis dan liberal kapitalis, yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dari rakyat Indonesia. Pada saat ini penghayatan dan peng-amalan Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah hidup bangsa tidak disosialisasikan dengan gencar seperti dulu lagi, karena tidak seiramanya antara kata dan perbuatan dari penyelenggara negara. Oleh karena itu perlu adanya suatu metoda pembinaan ideologi Pancasila yang terus-menerus, tetapi tidak bersifat indoktrinasi dan yang paling penting adanya keteladanan dari para pemimpin bangsa.

Aspek Politik.

Kehidupan sosial ekonomi di daerah perbatasan umumnya dipengaruhi oleh kegiatan di negara tetangga. Kondisi tersebut berpotensi untuk mengundang ke-rawanan di bidang politik, karena meskipun orientasi masyarakat masih terbatas pada bidang ekonomi dan sosial, terutama apabila kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan mempunyai

ketergantungan kepada perekonomian negara tetangga, maka hal inipun selain dapat menimbulkan kerawanan di bidang politik juga dapat menurunkan harkat dan martabat bangsa. Situasi politik yang terjadi di negara tetangga seperti Malaysia (Serawak & Sabah) dan Philipina Selatan akan turut mempengaruhi situasi keamanan daerah perbatasan.

Aspek Ekonomi.

Daerah perbatasan merupakan daerah tertinggal (terbelakang) disebabkan antara lain :

1) Lokasinya yang relatif terisolir (terpencil) dengan tingkat aksesibilitas yang rendah.

2) Rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat.

3) Rendahnya tingkat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan (jumlah penduduk miskin dan desa tertinggal).

4) Langkanya informasi tentang pemerintah dan pembangunan masyarakat di daerah perbatasan (blank spot).

Kesenjangan sosial ekonomi masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat negara tetangga mempengaruhi watak dan pola hidup masyarakat setempat dan berdampak negatif bagi pengamanan daerah perbatasan dan rasa nasionalisme. Maka tidak jarang daerah perbatasan sebagai pintu masuk atau tempat transit pelaku kejahatan dan teroris.

Aspek Sosial Budaya.

Akibat globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, teknologi informasi dan komunikasi terutama internet, dapat mempercepat masuk dan berkembangnya budaya asing ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh budaya asing tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita, dan dapat merusak ketahanan nasional, karena mempercepat dekulturisasi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh budaya asing, dikarenakan intensitas hubungan lebih besar dan kehidupan ekonominya sangat tergantung dengan negara tetangga.

Aspek Pertahanan dan Keamanan.

Daerah perbatasan merupakan wilayah pembinaan yang luas dengan pola penyebaran penduduk yang tidak merata, sehingga menyebabkan rentang kendali pemerintah, pengawasan dan pembinaan teritorial sulit dilaksanakan dengan mantap dan efisien. Seluruh bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada di daerah perbatasan apabila tidak dikelola dengan baik akan mempunyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, di tingkat regional maupun internasional baik secara langsung dan tidak langsung. Daerah perbatasan rawan akan persembunyian kelompok GPK, penyelundupan dan kriminal lainnya termasuk terorisme, sehingga perlu adanya kerjasama yang terpadu antara instansi terkait dalam penanganannya.

Permasalahan Yang Dihadapi

Penanganan perbatasan selama ini memang belum dapat dilakukan secara optimal dan kurang terpadu, serta seringkali terjadi tarik-menarik kepentingan antara berbagai pihak baik secara horizontal, sektoral maupun vertikal. Lebih memprihatinkan lagi keadaan masyarakat sekitar daerah perbatasan negara, seperti lepas dari perhatian dimana penanganan masalah daerah batas negara menjadi domain pemerintah pusat saja, pemerintah daerahpun menyampaikan keluhannya, karena merasa tidak pernah diajak serta masyarakatnya tidak mendapat perhatian. Merekapun bertanya siapa yang bertanggung jawab dalam membina masyarakat di perbatasan ? Siapa yang harus menyediakan, memelihara infrastruktur di daerah perbatasan, terutama daerah yang sulit dijangkau, sementara mereka tidak tahu dimana batas-batas fisik negaranya ?

Kenyataan di lapangan ditemukan banyak kebijakan yang tidak saling mendukung dan/atau kurang sinkron satu sama lain. Dalam hal ini, masalah koordinasi yang kurang mantap dan terpadu menjadi sangat perlu untuk ditelaah lebih lanjut. Koordinasi dalam pengelolaan kawasan perbatasan, sebagaimana hendaknya melibatkan banyak instansi (Departemen/LPND), baik instansi terkait di tingkat pusat maupun antar instansi pusat dengan pemerintah daerah. Misalnya, belum terkoordinasinya pengembangan kawasan perbatasan antar negara dengan kerjasama ekonomi sub regional, seperti yang ditemui pada wilayah perbatasan antara Malaysia Timur dengan Kalimantan dengan KK Sosek Malindo dan BIMP-EAGAnya, serta dengan rencana pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Sanggau di Kalimantan Barat dan KAPET SASAMBA di Kalimantan Timur yang secara konseptual dan operasional perlu diarahkan dan dirancang untuk menumbuhkan daya saing, kompabilitas dan komplementaritas dengan wilayah mitranya yang ada di negara tetangga.

Selain isu koordinasi dalam pengembangan kawasan perbatasan, komitmen dan kebijakan Pemerintah untuk memberikan prioritas yang lebih tinggi dalam pembangunan wilayah perbatasan telah mengalami reorientasi yaitu dari orientasi keamanan (security approach) menjadi orientasi kesejahteraan/pembangunan (prosperity/development approach). Dengan adanya reorientasi ini diharapkan penanganan pembangunan kawasan perbatasan di Kalimantan dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut :

a) Pendekatan keamanan yang diterapkan Mabes TNI di dalam penanganan KK Sosek Malindo, walaupun berbeda namun diharapkan dapat saling menunjang dengan pendekatan pembangunan.

b) Penanganan KK Sosek Malindo selama ini ternyata tidak tercipta suatu keterkaitan (interface) dengan program pengembangan kawasan dan kerjasama ekonomi regional seperti BIMP-EAGA, yang sebenarnya sangat relevan untuk dikembangkan secara integrative dan komplementatif dengan KK Sosek Malindo.

c) Terkait dengan beberapa upaya yang telah disepakati di dalam pengembangan kawasan perbatasan antar negara, khususnya di Kalimantan dengan KK Sosek Malindonya, diperlukan pertimbangan terhadap upaya percepatan pengembangan kawasan perbatasan tersebut melalui penanganan yang bersifat lintas sektor dan lintas pendanaan.

Isu pengembangan daerah perbatasan lainnya secara umum diilustrasikan sebagai berikut :

1) Kaburnya garis perbatasan wilayah negara akibat rusaknya patok-patok di perbatasan Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur menyebabkan sekitar 200 hektare hutan wilayah Republik Indonesia berpindah masuk menjadi wilayah Malaysia (Media Indonesia, 21 Juni 2001). Ancaman hilangnya sebagian wilayah RI di perbatasan Kalimantan Barat dengan Malaysia Timur akibat rusaknya patok batas negara setidaknya kini menjadi 21 patok yang terdapat di Kecamatan Seluas, kabupaten Bengkayang, memerlukan perhatian. Selain di Kabupaten Bengkayang, kerusakan patok-patok batas juga terjadi di wilayah Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, masing-masing berjumlah tiga dan lima patok (Media Indonesia, 23 Juni 2001).

2) Pengelolaan sumber daya alam belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan eksploitasi sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembangan daerah dan masyarakat. Misalnya, kasus illegal lodging yang juga terkait dengan kerusakan patok-patok batas yang dilakukan untuk meraih keuntungan dalam penjualan kayu. Depertemen Kehutanan pernah menaksir setiap bulannya sekitar 80.000-100.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan Timur dan sekitar 150.000 m3 kayu ilegal dari Kalimantan barat masuk ke Malaysia (Kompas, 20 Mei 2001).

3) Kepastian hukum bagi suatu instansi dalam operasionalisasi pembangunan di wilayah perbatasan sangat diperlukan agar peran dan fungsi instansi tersebut dapat lebih efektif. Contohnya, Perum Perhutani yang ditugasi Pemerintah untuk mengelola HPH eks PT. Yamaker di perbatasan Kalimantan-Malaysia baru didasari oleh SK Menhut No. 3766/Kpts-II/1999 tanggal 27 Mei 1999, namun tugas yang dipikul Perhutani meliputi menata kembali wilayah perbatasan dalam rangka pelestarian sumber daya alam, perlindungan dan pengamanan wilayah perbatasan dan pengelolaan hutan dengan sistem tebang pilih . Tugas ini bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah sehingga diperlukan dasar hukum yang lebih tinggi.

4) Pengelolaan kawasan lindung lintas negara belum terintegrasi dalam program kerja sama bilateral antara kedua negara, misalnya keberadaan Taman Nasional Kayan Mentarang yang terletak di Kabupaten Malinau dan Nunukan, di sebelah Utara Kalimantan Timur, sepanjang perbatasan dengan Sabah Malaysia, seluas 1,35 juta hektare. Taman ini merupakan habitat lebih dari 70 spesies mamalia, 315 spesies unggas dan ratusan spesies lainnya.

5) Kawasan perbatasan mempunyai posisi strategis yang berdampak terhadap hankam dan politis mengingat fungsinya sebagai outlet terdepan Indonesia, dimana terjadi banyak pelintas batas baik dari dan ke Indonesia maupun Malaysia. Ancaman di bidang hankam dan politis ini perlu diperhatikan mengingat kurangnya pos lintas batas legal yang disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya di Kalimantan Barat dengan Serawak/Sabah hanya ada 2 pos lintas batas legal dari 16 pos lintas batas yang ada.

6) Kemiskinan akibat keterisolasian kawasan menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas ke Malaysia berlatar belakang untuk memperbaiki perekonomian masyarakat mengingat tingkat perekonomian Malaysia lebih berkembang.

7) Kesenjangan sarana dan prasarana wilayah antar kedua wilayah negara pemicu orientasi perekonomian masyarakat, seperti di Kalimantan, akses keluar (ke Malaysia) lebih mudah dibandingkan ke ibukota kecamatan/kabupaten di wilayah Kalimantan.

8) Tidak tercipta keterkaitan antar kluster social ekonomi baik kluster penduduk setempat maupun kluster binaan pengelolaan sumber daya alam di kawasan, baik keterkaitan ke dalam maupun dengan kluster pertumbuhan di negara tetangga.

9) Adanya masalah atau gangguan hubungan bilateral antar negara yang berbatasan akibat adanya peristiwa-peristiwa baik yang terkait dengan aspek ke-amanan dan politis, maupun pelanggaran dan eksploitasi sumber daya alam yang lintas batas negara, baik sumber daya alam darat maupun laut.

Berdasarkan isu strategis dalam pengelolaan daerah perbatasan negara selama ini, dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang menonjol di daerah perbatasan sebagai berikut :

a) Belum adanya kepastian secara lengkap garis batas laut maupun darat.

b) Kondisi masyarakat di wilayah perbatasan masih tertinggal, baik sumber daya manusia, ekonomi maupun komunitasnya.

c) Beberapa pelanggaran hukum di wilayah perbatasan seperti penyelundupan kayu/illegal lodging, tenaga kerja dan lain-lain.

d) Pengelolahan perbatasan belum optimal, meliputi kelembagaan, kewenangan maupun program.

e) Eksploitasi sumber daya alam secara ilegal, terutama hasil hutan dan kekayaan laut.

f) Munculnya pos-pos lintas batas secara ilegal yang memperbesar terjadinya out migration, “economic asset” secara ilegal.

g) Mental dan professional aparat (stake holders di pusat dan daerah serta aparat keamanan di pos perbatasan).

Perkembangan Lingkungan Strategis

Masalah perbatasan tidak terlepas dari perkembangan lingkungan strategis baik internasional, regional maupun nasional. Dalam era globalisasi, dunia makin terorganisasi dan makin tergantung satu sama lain serta saling membutuhkan. Konsep saling keterkaitan dan ketergantungan dalam masyarakat internasional berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamananan. Berbagai negara sambil tetap mempertahankan identitas serta batas-batas teritorial negaranya, mereka membuka semua hambatan fisik, administrasi dan fiskal yang membatasi gerak lalu lintas barang dan orang.

Perkembangan kerjasama ASEAN diharapkan akan dapat menciptakan keterbukaan dan saling pengertian sehingga dapat dihindarkan terjadinya konflik perbatasan. Hal ini didukung oleh semakin meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik dari sudut sosial budaya maupun ekonomi. Dalam era reformasi dan dengan kondisi kritis yang masih berkepenjangan, penanganan masalah perbatasan belum dapat dilakukan secara optimal.

Strategi Pengembangan Daerah Perbatasan

Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Konsepsi peng-elolaan perbatasan negara merupakan “titik temu” dari tiga hal penting yang harus saling bersinergi, yaitu:

1) Politik Pemerintahan Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dalam wadah NKRI.

2) Pelaksanaan otonomi daerah yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, terutama masyarakat di daerah-daerah.

3) Politik luar negeri yang bebas-aktif dalam rangka mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Oleh sebab itu dalam penyusunan peraturan perundang-undangan harus selalu memperhatikan dan berdasarkan tiga hal tersebut di atas.

Pembentukan Kelembagaan Khusus menangani Masalah Perbatasan. Persoalan pengelolaan perbatasan negara sangat kompleks dan urgensinya terhadap integritas negara kesatuan RI,sehingga perlu perhatian penuh pemerintah terhadap penanganan hal-hal yang terkait dengan masalah perbatasan, baik antar negara maupun antar daerah. Pengelolaan perbatasan antar negara masih bersifat sementara (ad-hoc) dengan leading sektor dari berbagai instansi terkait. Pada saat ini, lembaga-lembaga yang menangani masalah perbatasan antar negara tetangga adalah:

1) General Border Committee RI-PNG diketuai oleh Panglima TNI.

2) Join Border Committee RI-PNG (JBC) diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.

3) Join Border Committee RI-UNTAET (Timtim) diketuai oleh Dirjen Pemerintah Umum Departemen Dalam Negeri.

4) Join Commisison Meeting RI – Malaysia (JCM) diketuai oleh Departemen Luar Negeri yang sifatnya kerjasama bilateral.

Dalam penanganan masalah perbatasan agar dapat berjalan secara optimal perlu dibentuk lembaga yang dapat berbentuk :

Forum/setingkatDewan dengan keanggotaan terdiri dari pimpinan Institusi terkait. Dewan dibantu oleh sekretariat Dewan. Bentuk ini mempunyai kelebihan dan penyelesaian masalah lebih terpadu dan hasilnya lebih maksimal, karena didukung oleh instansi terkait. Sedangkan kelemahannya tidak operasional, keanggotaan se-ring berganti-ganti, sehingga kurang terjadi adanya kesinambungan kegiatan.

Badan (LPND) yang mandiri terlepas dari institusi lain dan langsung di bawah presiden. Bentuk ini mempunyai kelebihan bersifat otonom, hasil kebijakannya bersifat operasional dan personil terdiri dari sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang kerjanya. Sedangkan kelemahannya dapat terjadi pengambil-alihan sektor, sehingga kebijakan yang ditetapkan kurang didukung oleh sektor terkait.

Mewujudkan sabuk pengaman (koridor). Dalam menjaga kedaulatan Negara dan keamanan. Untuk lebih mewujudkan keamanan negara RI Khususnya di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu diciptakan sabuk pengaman yang berfungsi sebagai sarana kontrol dimulai dari titik koordinat ke arah tertentu sepanjang perbatasan.

Penyusunan Program Secara Komprehensif dan Integral. Penyusunan program secara integral dan komprahensif dalam hal ini melibatkan sektor-sektor yang terkait dalam masalah penanganan perbatasan, seperti masalah kependudukan, lalu lintas barang/perdagangan, kesehatan, ke-amanan, konservasi sumber daya alam.

Penataan batas negara dalam upaya memperkokoh keutuhan integritas NKRI. Penataan batas seperti yang telah diuraikan di atas berupa batas fisik baik batas alamiah ataupun buatan. Dengan kejelasan batas-batas tersebut akan memperjelas kedaulatan fisik wilayah negara RI.

Pembangunan Ekonomi dan Percepatan Pertumbuhan Perekonomian Perbatasan Berbasis Kerakyatan. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan ketahanan di daerah perbatasan. Kualitas sumber daya manusia ataupun tingkat kesejahteraan yang rendah akan mengakibatkan kerawanan terutama dalam hal yang menyangkut masalah sosial dan pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas nasional secara keseluruhan. Oleh sebab itu perlu adanya peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah perbatasan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

1) Potensi sumber daya alam setempat

2) Kelompok swadaya masyarakat.

Sedangkan bentuk usaha percepatan pertumbuhan perekonomian perbatasan yang berbasis kerakyatan antara lain:

Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat adat/kelompok-kelompok swadaya masyarakt yang sudak ada.

Pemberdayaan, pendam-pingan dan penguatan peran serta perempuan dalam kegiatan perekonomian atau sosial.

Pengembangan wawasan kebangsaan masyarakat di kawasan perbatasan.

Menghidupkan peran lembaga keungan mikro dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian.

Identifikasi potensi dan pengembangan sektor-sektor unggulan di daerah perbatasan.

Sistem Keamanan Perbatasan

Sistem keamanan perbatasan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penataan sistem ke-amanan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga antara lain adalah Geografi, letak geografi Indonesia sangat strategis, karena berada di jalur perdagangan internasional. Hal-hal penting yang berkaitan dengan letak geografi antara lain :

Di wilayah laut, berbatasan dengan 10 negara (India,Malaysia, Singapura,Thailand, ietnam, Philipina, Palau, PNG, Australia,Timor Lorosae).

Di wilayah darat, berbatasan dengan 3 negara (Malaysia,PNG dan Timor Lorosae).

Jumlah pulau 17.508, panjang pantai 80.791 Km, luas wilayah termasuk ZEE 7,7 juta Km lautan 5,8 juta Km.

Perbandingan luas wilayah darat dan laut adalah 1 : 3.

b. Sumber kekayaan alam di perbatasan perlu mendapatkan pe-ngamanan/perhatian serius yang meliputi :

1) Potensi pertambangan umum/migas

2) Potensi kehutanan

3) Potensi kehutanan/perkebunan

4) Potensi perikanan

Penutup

Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penangannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Hal ini disebabkan karena semua bentuk kegiatan atau aktifitas yang ada didarah perbatasan apabila tidak dikelola akan mem-punyai dampak terhadap kondisi pertahanan dan keamanan, ditingkat regional maupun internasional, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang timbul sering dikarenakan adanya kesan jenjang sosial di dalam masyarakat, hal semacam inilah yang perlu untuk dihindari terutama bagi masyarakat di daerah perbatasan. Pena-nganan yang mungkin dilakukan adalah secara adat, tetapi apabila sudah menyangkut stabilitas dan keamanan nasional maka hal tersebut akan menjadi urusan pemerintah.

Daftar Pustaka

1. Depkimpraswil,2002, Strategi dan Konsepsi Pengembangan Kawasan Perbatasan Negara. Jakarta.

2. Mickael Andjioe, 2001, Pengelolaan PPLB Entikong Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat, http: //www. perbatasan. com

3. Pellindou P. Jack A., Ir., MM., 2002. Peningkatan Kerjasama Perbatasan Antar Negara Guna Memperlancar Arus Perdagangan di Daerah Frontier Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Nasional. Lemhanas. Jakarta.

4. Pontianak Post, edisi 3 Juli 2002, Sehari, 200 Truk Kayu Ke Serawak via PLB Entikong, Pontianak.

5. Sabarno Hari, 2001, Kebijakan/Strategi Penataan Batas dan Pengembangan Wilayah Perbatasan, http: //www. perbatasan.com

makelar kasus

NAMA : MUHAMMAD SYAMIR
NPM : 31108370
KELAS : 2 DB07

Karikatur bergambar mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji tengah memegang sapu membersihkan pungli di lingkungan Kepolisian Daerah Jawa Barat masih terpampang di ruang tamu rumahnya. Namun entah mengapa si pemilik sapu ini baru berusaha membersihkan pungli dan makelar kasus justru setelah tak lagi menjabat tidak seperti yang digambarkan dalam karikatur hadiah dan penghargaan sejumlah wartawan di Jawa Barat.

Itulah mantan Kabareskrim Komjen Polisi Susno Duadji yang kembali membuka aib institusinya sendiri dengan mengungkap adanya jenderal yang berrperan sebagai makelar kasus (markus) di Institusi Polri. Adanya jenderal markus tersebut dikaitkan dengan kasus korupsi dan pencucian uang senilai Rp 25 miliar dengan tersangka pegawai pajak Gayus T. Tambunan. Diduga, kasus ini mandek akibat ulah jenderal markus.

Kepada wartawan Susno menduga uang itu telah dibagi-bagikan kepada para penyidik dan beberapa jenderal di Polri. Tak hanya itu Susno bahkan berani menyebutkan inisial penyidik tersebut. Mereka itu adalah Brigadir Jenderal (Brigjen) EI, Brigjen RE yang menggantikan EI, AKBP M, dan Kompol A.

Sontak tudingan Susno ini membuat Brigjen Radja Erizman dan Brigjen Edmon Ilyas, dua jenderal yang dituduh sebagai jenderal markus, membantah keras tudingan tersebut. Keduanya menuding balik Susno dengan mengatakan bahwa mereka juga memiliki bukti keterlibatan Susno dengan mafia kasus saat masih menjabat sebagai Kabareskrim. Tidak hanya itu keduanya bahkan melaporkan mantan Kapolda Jabar ini ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Ulah Susno ini membuat gerah Mabes Polri, yang segera menggelar jumpa pers dan lagi-lagi membantah tudingan Susno soal ada markus dalam penanganan kasus korupsi pajak Rp 25 m.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Edward Aritonang menegaskan kepada wartawan tidak ada kantor makelar kasus di antara ruang Kapolri dan Wakapolri. Edward juga menambahkan hingga saat ini tidak ada penyimpangan dalam penanganan kasus di Mabes Polri.

Senin (22/3), Propam akan memanggil mantan Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ini untuk diperiksa. Polemik terbuka antara Susno dengan jenderal Polri lainnya ini, secara langsung atau tidak langsung memberikan informasi lebih dalam mengenai borok di tubuh Polri.

Bantah-membantah dan persaingan tidak sehat di antara para jenderal Polri sepertinya tidak lagi dapat dikontrol oleh Kapolri, sebagai pimpinan tertinggi Polri. Publik melihat ada kesan mengaburkan persoalan utama, yakni dugaan makelar kasus (markus) di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, (Mabes Polri). Perseteruan Susno Duaji, Mabes Polri dan dua perwira tinggi secara kasat mata menggambarkan ada masalah di tubuh Polri.

Kepala PPATK Yunus Husein mengakui telah memberikan laporan keuangan senilai Rp 25 miliar kepada bekas Kabareskrim Komisaris Jenderal Susno Duadji. Penelusuran dana senilai Rp 25 miliar oleh PPATK berdasar petunjuk jaksa pada November lalu. Namun Yunus tidak mengetahui ada tidaknya keterlibatan mafia dalam aliran dana itu. Dengan alasan PPATK tidak bisa menentukan apakah aliran dana itu merupakan korupsi, pencucian uang, atau suap, karena hal itu adalah kewenangan penyidik.

Tudingan yang disampaikan, mantan Wakil Kepala PPATK bidang hukum dan kepatuhan ini tentunya bukan main-main. Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengakui laporan Susno kepada pihaknya disertai sejumlah dokumen.

Usai memanggil dan mendengarkan laporan Susno Duadji, Satgas langsung meminta penegak hukum menindaklanjuti laporan ini. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum juga akan mendalami laporan ini, dengan menemui Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri, dan meminta KPK mengusut kasus ini.

Bola kini di tangan Satgas dan KPK, apakah berani membuktikan adanya makelar kasus (markus) di korps kepolisian? Publik tidak berharap kasus ini diselesaikan oleh internal Polri lewat institusi Propam. Tekad pemerintah untuk memberantas mafia hukum seperti tekad Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapat ujian dari institusi penegak hokum sendiri.

Survei bisnis yang dirilis awal maret oleh Political and Economic Risk Consultanscy (PERC) masih menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara terkorup di Asia bersama-sama Kamboja dan Vietnam. Menurut lembaga yang berbasis di Hongkong menyatakan hasil korupsi digunakan oleh para koruptor untuk melindungi mereka sendiri dan untuk melawan reformasi. Pertanyaannya, apakah Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dan KPK mampu memperbaiki citra Indonesia di luar negeri? Kita nantikan hasilnya.

daftar pustaka :http://berita.liputan6.com/producer/201003/268892/Susno.Duadji.dan.Makelar.Kasus.di.Kepolisian

Kamis, 04 Maret 2010

seminar gunadarma

seminar gunadarma

mahasiswa gunadarma telah di mudahkan dalam mengetahui informasi tentang seminar-seminar yang akan di adakan oleh universitas gunadarma..

dalam web ini tersedia berbagai opsi seminar mana yang ingin kita ikuti, kalau mahasiswa yang bersangkutan ingin mengikuti seminar sang mahasiswa dapat mendaftar melalui web ini, tata cara pendaftarannya pun mudah antara lain
mengisi npm email dll.

v class

v class

v class atau virtual class adalah sebuah web yang di buat sebagai pennggan ti mata kuliah kita di kelas. mahasiswa di wajibkan untuk mengikuti mata kuliah yang terdaftar dalam v class, tapi tidak wajibkan untuk masuk ke kelas. v class ini di adakan dalam 1 semester untuk satu mata kuliah.

v class ini berisi tentang materi dan soal dan sekaligus absen , bagi mahasiswa bersangkutan. nilai tersebut langsung bisa di akses oleh dosen tersebut.

jadi v class ini sangat efisien tapi terkadang mahasiswa tidak begitu perduli mengenai
v class ini.

studentsite gunadarma

studentsite

studentsite adalah sebuah web atau situs yang di tujukan atau dapat di akses oleh seluruh mahasiswa gunadarma yang terdaftar atau yang telah mendaftar atau telah memiliki akun studentsie..

menu-menu studentsite antara lain
1.baak news
2.lecture message
3.rangkuman nilai
4jadwal kuliah
5.jadwal ujian
6.tulisan9portofolio)
7.warta warga

1.baak news
di menu ini mahasiswa dapat mengetahui mengenai hal-hal mengenai tentang informasi-informasi tentang gunadarma

2.lecture message
dalam menu ini mahasiswa dapat saling mengieim email, dan dalam inbox lecture message dapat di ketahui siapa saja yang mengemontari tulisan kita dalam warta warga.

3.rangkuman nilai
dalam menu ini mahasiswa dapat mengetahui hasil dari ujian mahasiswa itu sendiri ,
antara lain nilai lokal mahasiswa, nilau ujian utama, nilai rangkuman dll

4.jadwal kuliah
dalam menu ini berisi tentang jadwal2 kuliah mahasiswa

5.jadwal ujian
dalam menu ini berisi tentang jadwal ujian sang mahasiswa

6.tulisan
berisi tentang link tulisan kita di blog kita sendiri

7.warta warga
berisi tentang tulisan2 kita dalam blog ini.

Jumat, 26 Februari 2010

KEWARGANEGARAAN

TUGAS KEWARGANEGARAAN













NAMA : MUHAMMAD SYAMIR
NPM : 31108370
KELAS : 2 DB07

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HAM(Hak Asasi Manusia), yang di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “HAM” yang sangat sering tidak di ketahui oleh orang lain. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




Jakarta, february 2010

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….1
Kegagalan Negara dan Potret Buram Kebebasan Beragama di Indonesia…………………………….3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..7



























Kegagalan Negara dan Potret Buram Kebebasan Beragama di Indonesia

Penegakan hak-hak sipil keagamaan di Indonesia masih merupakan suatu cita-cita yang masih sulit untuk diwujudkan. Meskipun telah ada jaminan hukum atas prinsip kebebasan beragama, namun kenyataan menunjukan bahwa masih sering terjadi pelanggaran atas prinsip kebebasan beragama. Bahkan, tidak jarang negara sendiri justru yang terancam dikenai tuduhan melakukan crime by omision karena membiarkan terjadinya berbagai bentuk pelanggaran tersebut.

Negara adalah pihak pertama yang pantas dipersalahkan atas terjadinya berbagai bentuk pelanggaran atas prinsip kebebasan beragama beberapa tahun belakangan. Pelarangan terhadap kelompok ‘Shalawat Wahidiyyah’ pimpinan Acep Zamam Noer beberapa waktu lalu di Tasikmalaya oleh Pemerintah Daerah setempat menujukan bahwa negara telah gagal menjadi pelindung dan penjamin prinsip kebebasan beragama. Kasus ini merupakan bagian dari rentetan kejadian lain yang menunjukan rentannya keberadaan kelompok-kelompok agama atau keyakinan minoritas dari serangan kelompok agama mayoritas. Kasus-kasus lain yang menimpa kelompok-kelompok seperti Ahmadiyyah di Bogor dan hampir seluruh penjuru negeri, Lia Eden di Jakarta, ‘Salat Dua Bahasa’ di Malang, ‘Salafi’ di Lombok, dan ’Salat Bersiul’ di Sulawesi Selatan, menunjukan kegagalan negara dalam memberikan jaminan dan perlindungan atas prinsip kebebasan beragama di Indonesia.

Padahal, dilihat dari perspektif hukum dan perundang-undangan, prinsip kebebasan beragama telah tercatat sebagai bagian dari hak-hak sipil warga negara (civil rights) yang wajib dijamin dan dilindungi oleh negara. Jaminan hukum dan undang-undang dimaksud adalah: pertama, Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 UUD 1945 (hasil amandemen) yang menyebutkan bahwa: 1) “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali;” 2) “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Hal ini masih diperkuat lagi oleh Pasal 29 yang berbunyi: 1) “Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;” 2) “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”

Kedua, Undang-undang (UU) RI No. 39 tahun 1999 tentang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), terutama Pasal 22, menyebutkan bahwa: 1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;” 2) “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Selain itu, juga terdapat dalam Pasal 8 yang berbunyi: “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia menjadi tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Ketiga, UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik). Dengan meratifikasi ICCPR tersebut, Indonesia berarti terikat untuk menjamin: Hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama serta perlindungan atas hak-hak tersebut (Pasal 18); Hak orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (Pasal 19); Persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi (Pasal 26); dan tindakan untuk melindungi golongan etnis, agama atau bahasa minoritas yang mungkin ada di negara pihak [negara yang terlibat menandatangani kovenan internasional tersebut] (Pasal 27).

Sungguhpun demikian, pada praktiknya, jaminan atas prinsip kebebasan beragama dalam sistem perundang-undangan di Indonesia ini masih belum terimplementasi dengan baik. Dalam hal ini, negara (pemerintah) tidak memiliki keinginan politik (political will) yang kuat untuk menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif bagi kehidupan beragama yang bebas, toleran dan saling menghargai antara satu pemeluk agama dengan lainnya. Bahkan, yang paling menggelikan, negara masih membiarkan terjadinya kontradiski hukum dan perundang-undangan terkait dengan prinsip kebebasan beragama. Berikut adalah produk hukum dan undang-undang yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama.

Pertama, Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri (Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri) No. 1 tahun 1979 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga Keagamaan di Indonesia. Dalam SKB ini, khususnya Pasal 4, yang tidak lain adalah pengulangan dari SK Menag No. 77 tahun 1978, terdapat indikasi tindak diskriminasi yang sangat menguntungkan kelompok agama mayoritas (baca: Islam).

Kedua, UU No. 1/PNPS/1965 yang menyebutkan (Pasal 1) bahwa di Indonesia ada 6 agama yang hidup, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Meskipun demikian, dalam Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No. 477/74054/BA.012/4683/95 tanggal 18 November 1978 yang antara lain menyatakan bahwa agama yang diakui pemerintah adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Karenanya, Konghucu secara jelas telah diekslusi sebagai agama yang eksistensinya diakui pemerintah. Hal ini berakibat pada tidak diakuinya hak-hak sipil para pemeluk agama Konghucu di Indonesia. Misalnya saja, Kantor Catatan Sipil tidak mau mencatat perkawinan orang-orang yang beragama Konghucu. Selain itu, anak-anak mereka tidak memperoleh pendidikan agama Konghucu di sekolah-sekolah. Mereka juga tidak diizinkan merayakan hari-hari keagamaannya. Terkait dengan pemeluk agama Konghucu ini, patut disyukuri bahwa hak-hak sipil mereka telah dipulihkan kembali pada masa pemerintahan KH. Abdurahman Wahid dengan dikeluarkannya Keppres No. 6 tahun 2000 yang mencabut Inpres No. 14 tahun 1967 tersebut.

Kalau dilihat dari perspektif hirarki hukum, SKB dua menteri no. 77 tahun 1978 sebenarnya sudah gugur dengan sendirinya menyusul telah diratifikasinya DUHAM dan ICCPR tersebut di atas dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Hanya saja, UU tentang DUHAM dan ICCPR ini belum bisa menggugurkan UU No. 1 tahun 1965 tentang 6 agama resmi yang diakui negara mengingat keduanya memiliki tingkat hirarki yang sama sebagai undang-undang. Karenannya, sangat mendesak untuk dibuat undang-undang baru yang lebih pro-kebebasan beragama. Sebab, kalau tidak, penyebutan 6 agama resmi dalam UU no. 1 tahun 1965 jelas sangat diskriminatif bagi kelompok-kelompok minoritas lainnya yang tidak diakui sebagai agama resmi seperti para pengayat atau penganut aliran kepercayaan, serta agama-agama lokal yang belum mendapatkan hak-hak sipil keagamaanya sebagai warga negara.

Agar amanat UUD 1945, DUHAM dan ICCPR tentang kebebasan beragama tersebut bisa terlaksana dengan baik, seluruh komponen masyarakat di Indonesia bersama pemerintah harus secara bersama-sama merumusakan konsep dan ruang lingkup kebebasan beragama untuk kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Undang-undang tentang Kebebasan Beragama. Sebab, bagaimanapun juga, diperlukan adanya payung hukum dan perundang-undangan yang dapat menjadi pijakan bagi penegakan hak-hak sipil keagamaan yang sepenuh-penuhnya di negeri ini.

Menurut hemat saya, Undang-undang Kebebasan Beragama dimaksud sejatinya bisa menjamin beberapa hal. Pertama, kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan. Hal ini juga harus dipahami sebagai kebebasan untuk tidak beragama. Kedua, kebebasan untuk berpindah agama sesuai dengan hati nurani masing-masing warga, tanpa paksaan siapapun juga. Ketiga, Kebebasan untuk menikah di antara pemeluk agama yang berbeda. Keempat, kebebasan untuk menyampaikan agama (dakwah atau misi) tanpa paksaan dan kekerasan. Hanya saja perlu dicatat di sini bahwa kata agama dalam prinsip kebebasan beragama dimaksud mencakup pula kelompok pengayat atau penganut aliran kepercayaan, serta agama-agama lokal.

Akhir kata, ketiadaan Undang-undang Kebebasan Beragama akan berimplikasi pada sulitnya upaya-upaya penegakkan hak-hak sipil keagamaan di negeri ini. Jika hal ini terus ditunda-tunda, maka fenomena kegagalan negara masih akan berlanjut di mana masa depan kebebasan beragama di Indonesia masih akan tampak seperti sebuah potret buram























DAFTAR PUSTAKA
.GOOGLE.COM
.KOMPAS.COM

KEWARGANEGARAAN

TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN















NAMA : MUHAMMAD SYAMIR
NPM : 31108370
KELAS : 2 DB07

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HAM(Hak Asasi Manusia), yang di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “HAM” yang sangat sering tidak di ketahui oleh orang lain. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




Jakarta, february 2010

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….1
Sinergi UU Pers Dan UU KIP Untuk Kelangsungan Kemerdekaan Pers ………………………………..3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..7























Sinergi UU Pers Dan UU KIP Untuk Kelangsungan Kemerdekaan Pers

1. TAP MPR NO :XVII/1998 TENTANG HAM:

Pasal 14: “Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai

hati nurani”.



Pasal 19: “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat”.



Pasal 20: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.



Pasal 21: ”Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran

yang tersedia”.



Pasal 42: ”Hak warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dijamin dan dilindungi

2. UU NO 39/1999 TENTANG HAM:



Pasal 14: (1). ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.

(2). ”Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.

Pasal 23: (2). ”Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan

menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan

atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan

memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan

umum, dan keutuhan bangsa”.

Pasal 60: (2). “Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi

sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi

pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatuhan”.

4.UU NO 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS:

Pasal 4 ayat (3): “ Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak

mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.

Pasal 6: ”Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui”.

4. AMANDEMEN II UUD 1945:

Pasal 28 E

(3). Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat.



Pasal 28 F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi

dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.



II. SINERGI UU PERS DAN UU KIP

A. AMANAT UU PERS:



1. Pasal 3 ayat (1): “Pers nasional mempunyai fungsi kontrol sosial”.

2. Pasal 6: “Pers nasional melaksanakan peranan sbb.:

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;

d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal berkaitan dengan kepentingan umum;

e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran”.



B. JANJI PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PADA PIDATO KENEGARAAN USAI PELANTIKAN 20 OKTOBER 2004

1. Akan memerangi korupsi,

2. Akan menyelenggarakan pemerintahan bersih dan baik (clean and good governance).

Komitmen Presiden SBY bermakna pers profesional terpanggil untuk melaksanakan jurnalisme investigasi untuk turut memerangi korupsi dan praktik-praktik bad governance lainnya.

C. AMANAT UU KIP:

1. Pejabat publik wajib menyiarkan informasi publik,

2. Pejabat publik harus memajukan pemerintah yang terbuka,

3. Informasi yang dikecualikan harus jelas pengertiannya dan dites kadar “public interest” nya,

4. Permohonan publik untuk tahu diproses cepat, adil,
Penolakan harus sesuai pertimbangan badan independent,

5. Keinginan publik untuk tahu jangan ditakutkan (deterrent) karena ongkos yang mahal,

6. Rapat-rapat badan publik (public bodies) terbuka untuk umum,

7. Pengungkap informasi harus dilindungi.



UU KIP sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut diatas akan membantu dan mengefektifkan fungsi kontrol dan pengawasan pers, serta membantu terwujudnya komitmen Presiden SBY terhadap penyelenggaraan clean and governance.



III. EFEKTIFITAS SINERGI UU PERS DAN UU KIP TERANCAM OLEH BERBAGAI KETENTUAN

DAN UU:



1. Ancaman bersumber dari UU KIP:

Pertama, Pemerintah ngotot mempertahankan ketentuan sanksi yang mengkriminalkan pengguna informasi. Pasal 5 ayat (1) menyebut: “Pengguna informasi publik wajib menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bagi yang menyalah gunakan informasi publik, diancam pidana penjara paling lama satu tahun. (Pasal52) dan/atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah.

Persoalan potensialnya, informasi publik itu justru diperlukan untuk memenuhi akurasi liputan investigasi. Kalau kegiatan seperti itu dapat dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) di atas, tidakkah ketentuan seperti itu berdampak melumpuhkan UU Pers?

Kedua, UU KIP yang akan datang akan mengoperasikan Komisi Informasi. Pemerintah menjadi anggota. Tidakkah ketentuan seperti itu akan mendisain Komisi Informasi yang akan dating seperti Dewan Pers di era Orde Baru, ketuanya orang pemerintah, dan dengan posisi itu dapat mensubordinasi UU KIP itu sendiri?

UU KIP ini adalah UU paradoksal. Brandnya keterbukaan, isinya berkandungan kriminalisasi pengguna informasi. RUU KIP diawali dengan desain untuk memperkuat RUU Pers, tetapi diakhiri dengan desain berpotensi melumpuhkan UU Pers.

2. KUHP dan RUU KUHP mengancam:

Menteri Hukum dan Ham telah mempersiapkan RUU KUHP, yang lebih kejam dari KUHP buatan pemerintah kolonial Belanda (1917). KUHP berisi 37 pasal yang telah mengirim orang-orang pergerakan dan orang-orang pers ke penjara Digul. Selama 63 tahun ini masih digunakan memenjarakan wartawan. Kini, RUU KUHP bukannya disesuaikan dengan konsep good governance justru berisi 61 pasal yang dapat memenjarakan wartawan.

3. UU Penyiaran (No. 32/2002) mengancam:

UU Penyiaran (No. 32/2002) dalam beberapa pasal mengakomodasi politik hukum yang lebih kejam. Isi siaran televisi – termasuk karya jurnalistik – bermuatan fitnah, hasutan, menyesatkan, dan bohong diancam dengan pidana penjara bukan hanya sampai dengan lima tahun, juga dapat ditambah dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

4. UU ITE mengancam:

Perkembangan teknologi informatika berdampak – demi survival dan kemajuan industri suratkabar harus mengikuti konvergensi media. Produk pers selain disebarkan lewat media cetak juga go on line dan mengembangkan industri dengan memiliki stasiun radio, televisi, dan media internet. Media mainstream seperti Kompas, Media Indonesia, Tempo kini dapat diakses dalam wujud informasi elektronik.

Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 45 Ayat 1 UU ITE dapat dibaca bahwa pers yang mendistribusikan karya jurnalistik memuat penghinaan dan pencemaran nama baik dalam wujud informasi elektronik dan dokumen elektronik diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda sampai satu miliar rupiah.

Persoalannya, UU Pers dan KUHP mendefinisi penghinaan dan pencemaran nama baik berbeda.



5. UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengancam kemerdekaan pers:



Pasal 97: “Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi peserta pemilu”.



Pasal 98 ayat (1): “KPI atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media cetak”.



Pasal 99 ayat (1): “Pelanggar Pasal 97 diancam pembredelan”.

UU Penyiaran (No.32/2002) Pasal 55 mengatur sanksi terhadap lembaga penyiaran mulai dari teguran tertulis, penghentian acara sementara, denda sampai pencabutan izin.



UU Pers selain menyiadakan pembredelan, berdasar Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) justru “ terhadap setiap orang yang menyensor, membredel, dan yang melarang penyiaran – diancam pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500 juta,-.

Demikianlah paradoks Indonesia, UU Pers bukan hanya meniadakan pembredelan, juga mengancam penjara siapa saja yang menyensor, yang membredel penerbitan pers. Tetapi UU Pemilu justru memberi otoritas kepada Dewan Pers membredel media cetak.

DAFTAR PUSTAKA
GOOGLE.COM
WIKI.COM

KEWARGANEGARAAN

TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN




NAMA :MUHAMMAD SYAMIR
KELAS : 2 DB 07
NPM : 31108370

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HAM(Hak Asasi Manusia), yang di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “HAM” yang sangat sering tidak di ketahui oleh orang lain. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




Jakarta, february 2010







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….2
1.1 PASAL 28 UUD 1945 DARI MASA KE MASA…………………………………3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..7





PASAL 28 UUD 1945 DARI MASA KE MASA

Oleh: Alam Puteri

Setelah Soeharto berhasil diturunkan dari kedudukannya sebagai Presiden,
maka Pasal 28 UUD 1945 kembali dihidupkan. Pasal 28 tersebut berbunyi,
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya diatur dengan undang-undang". Hal itu terbayang dari
suara-suara untuk melahirkan partai-partai politik, baik dari kalangan
nasionalis, agama maupun kalangan pekerja. Ditambah pula dengan sikap Junus
Yosfiah, Menteri Penerangan yang mencabut Permenpen No 01/1984 dan memberi
kebebasan kepada wartawan untuk memasuki salah satu organisasi wartawan,
yang sesuai dengan hati nuraninya.

Memang ada yang memperkirakan bahwa kemerdekaan untuk mendirikan
organisasi, bersidang dan berkumpul, mengeluarkan buah pikiran dengan lisan
dan tulisan semacam konsesi sementara dari Habibie untuk mencapai
popularitas. Sebab, jika Habibie terang-terangan menolak diberlakukannya
Pasal 28 UUD 1945 akan mencolok benar bagi umum, bahwa Habibie dalam
berpolitik merupakan foto-kopi dari Soeharto. Tentu desakan agar dia segera
turun, akan makin gencar.

Pada 1998 ini, usia Pasal 28 UUD 1945 itu telah memasuki 53 tahun. Satu
usia yang cukup panjang. Dalam masa 53 tahun itu, pasal 28 UUD 1945 pernah
mengenal masa revolusi fisik ( 1945-1950); masa Demokrasi Parlementer (
1950-5 Juli 1959); masa Demokrasi Terpimpin ( 1959 -1965), masa Demokrasi
Pancasila (1966 - 1998) dan masa Kabinet Reformasi.

Perjalanan Pasal 28 UUD 1945 adalah mengenal pasang dan surutnya, sejalan
dengan pasang dan surutnya kehidupan demokrasi di Indonesia. Mari lah kita
ikuti perjalanan Pasal 28 UUD 1945 tersebut dan dari mana ia berasal?

ASAL-USUL PASAL 28 UUD 1945

Penulis sangat terbantu dengan tulisan Sutan Ali Asli yang berjudul:
Sedikit lagi tentang Pasal 28 UUD 1945" (Merdeka, 8/7/95). Menurut Sutan Ali
Asli berdasar riwayatnya, konon Pasal 28 ini datangnya dari Bung Hatta. Ide
ini tanpa rumusan konkrit. Karenanya oleh Soepomo diminta rumusan tersebut
pada Bung Hatta. Konsep asli dari Bung Hatta berbunyi, " Hak rakyat untuk
menyatakan perasaan dengan lisan dan tulisan, hak bersidang dan berkumpul,
diakui oleh negara dan ditentukan dalam Undang-Undang."

Komentar Soepomo atas rumusan Hatta itu, "Kalau begini bunyinya, sebetulnya
menyatakan ada pertentangan antara rakyat dengan negara. Tapi yang dimaksud
oleh tuan Hatta sebetulnya, supaya pemerintah membuat UU tentang hal itu dan
sudah tentu hukum yang menetapkan hak bersidang itu tidaklah nanti ada UU
yang melarangnya."

Rumusan Bung Hatta itu sama sekali tidak menyebut "kemerdekaan". Hanya
berbicara soal hak yang diakui oleh negara dan ditentukan oleh UU. Rumusan
Bung Hatta itu diperbaiki oleh panitia, dengan menangkap esensi pikiran
yang dikehendaki oleh Bung Hatta, yaitu kemerdekaan. Rumusan Panitia
kemudian berbunyi, "Hukum yang menetapkan kemerdekaan penduduk untuk
bersidang dan berkumpul untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dll diatur dengan UU." Dalam rumusan ini kemerdekaan disebutkan.

Rumusan panitia itu tidak segera diterima, mengalami perdebatan lagi.
Setelah kata dan lain-lain, diganti dengan dan sebagainya. Rancangan itu
diterima dan ditempatkan pada Pasal 27 sebagai Ayat 3.

Namun persoalannya belum selesai. Pada rapat-rapat hari terakhir
berdasarkan usul Tan Eng Hoa, ayat 3 itu dilepas dari Pasal 27, ditetapkan
menjadi Pasal 28. Sedang redaksinya mengalami perobahan atas usul
Djayadiningrat, hingga jadi pasal yang bunyinya yang kita warisi sekarang.

Demikian lah sekelumit tentang asal-usul Pasal 28 UUD 1945 tersebut.
Sekarang mari kita masuki masa dipraktekannya.

DI MASA REVOLUSI FISIK (1945-1950)

Tak berapa lama setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diumumkan,
Presiden Soekarno mengemukakan idenya untuk membentuk sebuah Partai
Nasional. Sebelum ide Presiden Soekarno diwujudkan, maka pada 3 November
1945 keluar "Maklumat Pemerintah" tentang Partai Politik. Isinya anjuran
pemerintah tentang pembentukan partai-partai politik.

Dalam maklumat pemerintah itu disebutkan "Berhubung dengan usul Badan
Pekerja Komite Nasional Pusat kepada pemerintah, supaya diberikan kesempatan
kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan
restriksi, bahwa partai-partai itu hendaknya memperkuat perjuangan kita
mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat.=20

Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang
lalu, bahwa pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena
dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur
segala aliran paham yang ada dalam masyarakat. Selain itu, pemerintah
berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilangsungkan
pemilihan anggota Badan-Badan Perwakilan rakyat pada Januari 1946.

Maklumat pemerintah ini ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohahmad Hatta,
Anjuran pemerintah tentang pembentukan partai-partai politik ini adalah
mengamalkan Pasal 28 UUD 1945.=20

Sesudah imbauan pemerintah ini maka bermunculan lah partai-partai politik
di tanah air, yang kemudian dikenal dengan nama Masyumi, PNI, Partai
sosialis, Partai Buruh Indonesia, PKI, Parkindo, PKRI, PSII, PIR, partai
Murba. Sebagai catatan perlu dikemukakan PKI sendiri, sebelum Maklumat
Pemerintah dikeluarkan pada 21 Oktober 1947 telah muncul ke permukaan.
Partai-partai yang lahir dalam suasana perang kemerdekaan tersebut, mandiri,
mereka hidup dari anggotanya. Umumnya partai-partai ketika itu mempunyai
Badan Usaha sendiri guna membiayai organisasinya. Selain daripada itu, di
antara partai-partai itu ada yang mempunyai badan-badan kelaskaran seperti
Ikayumi dengan Hizbullahnya, PKI dengan Lasykar Merah-nya.

Pada 1946 berdiri organisasi Persatuan Perjuangan (PP) di bawah
pimpinan Tan Malaka. PP terkenal dengan minimum programnya, yaitu "Berundingatas pengakuan kemerdekaan 100%". Mereka menolak kompromi yang dilakukan PM
Syahrir, karena dianggapnya tak sesuai dengan isi minimum programnya.

Pada 26 Juni 1946 PM Syahrir diculik di Solo oleh kelompok militer
di bawah pimpinan Soedarsono, Komandan Divisi III, di dalamnya termasuk
Komandan Militer Surakarta, Soeharto dan Komandan Batalyon Abdul Kadir
Yusuf. Pada tanggal 1 Juli 1946, 14 orang para pemimpin sipil dari kelompok
tersebut ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan. Di antara yang
ditangkap tersebut ialah Chaerul Saleh. Adam Malik, Buntaran Budhiarto dan
Moh Saleh. Yamin dan Iwakusuma Sumantri sempat lolos.

Pada 2 Juli 1946 para pemimpin sipil yang ditangkap itu dibebaskan
dari penjara Wirogunan oleh pasukan Soedarsono dan dibawa ke markas Resimen
Soeharto di Wijoro. Malam itu juga mereka siapkan surat-surat yang akan
dipaksakan ditanda-tangani Presiden Soekarno besok paginya. Isinya
memberhentikan Kabinet Syahrir. Besok paginya, rombongan Suedarsono
berangkat ke Istana. Soedarsono gagal memaksa Presiden Soekarno, malah ia
ditangkap. Itulah yang dikenal kudeta 3 Juli 1946 yang gagal di Yogyakarta.

Sungguh pun begitu jelasnya tersangkutnya tokoh-tokoh PP dalam
penculikan PM Syahrir dan kudeta 5 Juli, namun pemerintah tidak sampai
membubarkan PP.

Pada Januari 1948 terbentuk Kabinet Hatta, di antara programnya
melakukan rasionalisasi ketentaraan. Hendak membentuk tentara yang
profesional. Awal September 1948 terjadi penculikan dua orang kader PKI-di
Solo, kemudian diculik pula sementara perwira Panembahan Senopali. Sedang
Komandan Divisinya, Butarto yang anti rasionalisasi telah dibunuh secara
gelap sebelumnya. Meletuslah pertempuran di Solo. Xemudian berkembang ke=
Madiun.

Peristiwa Madiun ini oleh Pemerintah Hatta dikatakan pemberontakan=
PKI,
sedang oleh pihak PKI dikatakan provokasi Hatta untuk melaksanakan red drive
proposal dari Amerika. Sebab, ketika itu PKI sedang menyiapkan Kongres fusi
antara PKI, Partai Sosialis dan Partai Buruh. Yang direncanakan akan
dilangsungkan pada 5 Oktober 1948.

Betapa dangkalnya alasan tuduhan Hatta tersebut dapat diketahui=
melalui
pidatonya di sidang Badan Pekerja KNIP tanggal 20 September 1948 untuk
"pemberian kekuasaan penuh" pada Presiden Soekarno, guna menumpas apa yang
dikatakan pemberontakan PKI tersebut. Ini lah antara lain yang dikatakan
Hatta, "Tersiar pula berita - entah benar entah tidak - bahwa Muso akan
menjadi Presiden Republik rampasan itu dan Mr Amir Syarifuddin perdana
menterinya."(Mohammad Hatta kumpulan pidato 1942-1949, pen.Yayasan Idayufi
1981, hal: 264).

Satu kenyataan yang tak dapat disangkal, meski pun telah terjadi
peristiwa Madiun, hak hidup PKI tetap terjamin. Ini menunjukkan berperannya
Pasal 28 UUD 1945.

DI MASA DEMOKRASI PARLEMENTER ( 1950-1959)

Konferensi Meja Sunder yang berlangsung di Den Haag pada 1949, =20
telah berhasil melahirkan Republik Indonesia Serikat(RIS). RIS ini tidak
berumur lama. RI Kesatuan segera terbentuk, dengan UUD 1950. Mukadimah
UUD 1950 ini praktis mengoper Mukaddimah UUD 1945.=20
Menurut Drs AK Pringgodigdo SH dalam "Kata Pengantar" dari tiga UUD,
yang diterbitkan oleh PT Pembangoenan, Jakarta, 1966, dikatakan bahwa: "Jika
dilihat dari sudut sejarah, maka UUD 1950 ini telah merupakan suatu
perbaikan dari pada dua UUD yang berlaku lebih dulu" (UUD 1945 dan UUD 1949
RIS -pen).

Bab I dan pasal 1 dari UUD 1950 ini dengan jelas menyatakan bahwa RI
yang merdeka dan demokratis ini ialah suatu negara hukum yang demokratis
dan berbentuk kesatuan. Kedaulatan rakyat RI adalah di tangan rakyat dan
dilakukan oleh pemerintahan bersama-sama DPR.

Mengenai kemerdekaan berorganisasi, bersidang dan berkumpul, serta
mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan, seperti yang terdapat dalam
Pasal 28 UU3 1945, maka dalam UUD 1950 ini ditampung dalam dua pasal, yaitu
Pasal 19 dan Pasal 21.

Pasal 19 berbunyi: "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat. Sedangkan Pasal 21 berbunyi: "Hak penduduk atas
kebebasan berkumpul dan berapat diakui dan diatur dengan UUD".

Dengan UUD 1950 ini, partai-partai yang terdapat dalam masa revolusi
fisik, juga dapat terus berjalan. Menurut buku "Kepartaian dan Parlementaria
Indonesia" yang diterbitkan Kementerian Penerangan tahun 1954, partai-par-
tai yang ada ketika itu, pertama, ialah yang berdasarkan kebangsaan. Antara
lain PNI, Harindra, Partai Tani Indonesia, Permai(Partai Persatuan RaLcyat
Harhaen Indonesia), Partai Serikat Kerakyatan lndonesia (SlCI), Partai
Wanita Rakyat, Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), Partai Persatuan Indonesia
Raya (PIR), Partai Kebangsaan lndonesia (Parki), Partai Republik Indonesia
Merdeka (PRIM), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Rakyat Nasional (PRN)
dan Partai Republik.

Yang ke dua adalah yang berdasar pada keagamaan. Antara lain PSII,
Partai Katolik, Partai NU, Partai Politik Islam Perti (Pergerakan Tarbiyah
Islamiyah), Masyumi dan Parlindo.

Yang ke tiga adalah yang berdasarkan sosialisme, yaitu PKI, PSI,
Partai Murba dan Partai Buruh.

Pada 17 Oktober 1952 Jenderal Nasution menghadapkan moncong meriam
ke Istana Merdeka, untuk memaksa Presiden Soekarno membubarkan Parlemen, di
mana partai-partai memainkan peranan yang penting di lembaga parlemen
tersebut. Aksi ini juga ditunjang oleh demonstrasi massa di bawah pimpinan
Dr Mustopo yang PSI. Presiden Soekarno dengan tegas menolak tuntutan
Jenderal Nasution tersebut, Bung Karno tak mau jadi diktator.

Meski pun Peristiwa 17 Oktober 1952 yang gagal itu didukung oleh=
PSI,
melalui Dr Mustopo, namun PS1 juga tidak dibubarkan oleh Presiden Soekarno.
Hanya jabatan KASAD dicabut dari Jenderal Nasution.

Dengan UUD 1950 ini berlangsung kah pemilihan umum yang demokratis=
pada
tahun 1955. Pemilu untuk memilih an=9Cgota-anggota DPR dan Konstituante.=
Hasil
pemilu untuk DPR menunjukkan adanya 4 besar di Indonesia yaitu PNI, Masyumi,=
=20
NU dan PKI. Pada tahun 1957 diselenggarakan pemilu untuk DPRD-DPRD dan=
hasil-
nya suara yang terbesar di Jawa didapat oleh PKI.

Sidang Konstituante tidak berhasil menetapkan UUD yang baru bagi RI.
Karena masing-masing pihak, baik pihak yang menghendaki negara berdasarkan
Islam maupun yang menghendaki berdasarkan Pancasila sama-sama tak bisa
memperoleh 2/3 suara, sebagai syarat untuk bisa ditetapkannya sebagai kepu
tusan.

Menurut Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya "Islam dan masalah
kenegaraan", yang terbit 1985 mengatakan "Dalam menolak Pancasila dan
mempertahankan Islam sebagai dasar negara, partai-partai Islam bersatu,
sebagaimana telah disebut kan di muka."(hal: 145)

Jadi, jelas partai-partai Islam menolak Pancasila dalam=
Konstituante.
Kegagalan Konstituante menetapkan dasar-dasar negara ini menyebabkan
Presiden Soekarno, atas dorongan Jenderal Nasution, mendekritkan kembali ke
UUD 1945 pada 5 Juli 1959. Konspirasi terdapat antara Presiden Soekarno dan
Jenderal Nasution karena sama-sama berkepentingan kembalinya ke UUD 1945.
Bagi Presiden Soekarno dengan kembali ke UUD 1945 terbuka baginya untuk
lebih berkuasa, sedang bagi Nasution terbuka pintu bagi ABRI masuk dalam
kekuasaan, yang sudah dicita-citakannya sejak Peristiwa 17 Oktober 1952 yang
gagal itu.








DAFTAR PUSTAKA
-GOOGLE.COM

KEWARGANEGARAAN

TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN




NAMA : MUHAMMAD SYAMIR
KELAS : 2 DB 07
NPM : 31108370

KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HAM(Hak Asasi Manusia), yang di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “HAM” yang sangat sering tidak di ketahui oleh orang lain. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




Jakarta, february 2010





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….2
1.1 28 A,B,C,D……………………………………………………………………….4
1.2 28 E,F,G,H………………………………………………………………………..5
1.3 28 I,J………………………………………………………………………………6
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………7

HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. **)
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **)
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. **)
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **)
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **)
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **)
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.**)
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **)
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **)
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. **)
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **)
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)













DAFTAR PUSTAKA
.GOOGLE.COM
.WIKIPEDIA ENSIKOPLEDI BEBAS

KEWARGANEGARAAN

TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN








NAMA : muhammad syamir
NPM : 31108370
KELAS : 2 DB07

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HAM(Hak Asasi Manusia), yang di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “HAM” yang sangat sering tidak di ketahui oleh orang lain. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




Jakarta, february 2010

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….1
HAK ASASI MANUSIA (HAM)…………………………………………………………………………………………………..3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..7






















HAK ASASI MANUSIA (HAM)

HAM pada dasarnya adalah hak-hak yang bersifat kodrati. Misalnya hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak untuk beribadah, dst. Dengan demikian, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta.

HAM mencakup 2 jenis hak yang mendasar/fundamental yaitu

* HAK PERSAMAAN, misalnya hak untuk diperlakukan tanpa diskriminasi, dst.
* HAK KEBEBASAN, misalnya kebebasan untuk beribadah, kebebasan untuk menyampaikan pendapat, kebebasan untuk berserikat, dsb.

Meskipun merupakan konsep universal, pemahaman tentang HAM bersifat relatif. HAM dipahami secara berbeda-beda karena dipengaruhi oleh ideologi/landasan pemikiran/kebudayaan yang berbeda-beda pula, misalnya sebagai berikut (Abdullah Yazid dkk, 2007):

* Di Indonesia, HAM dianggap sebagai anugerah Tuhan YME, sehingga sumber HAM di Indonesia adalah Tuhan YME. Hal itu karena menurut ideologi kita (Pancasila) Tuhan adalah penyebab pertama (kausa prima), sehingga kehidupan manusia dan segala aspeknya, termasuk HAM, bersumber pada Tuhan.
* Di Eropa Barat, HAM lebih dianggap sebagai masalah kebutuhan individu di mana penegakkan HAM adalah untuk melindungi individu.
* Di Rusia (negara sosialis), HAM dianggap sebagai pemberian negara di mana negaralah yang menetapkan apa-apa yang menjadi hak dari warga negara, sehingga HAM di sana berarti pembatasan HAM oleh pemerintah. Karena tujuan di negara sosialis adalah kesejahteraan ekonomi maka HAM bukan persoalan pokok.

SEJARAH PENEGAKKAN HAM

Sepanjang kehidupan ini, HAM sering dikesampingkan. Bahkan banyak sekali tindakan yang yang bersifat melanggar HAM seperti penganiayaan, pembunuhan, dan sebagainya. Para pemimpin atau penguasa juga sering melanggar HAM karena memperlakukan rakyatnya dengan semena-mena. Karena itulah penegakkan HAM terus-menerus diupayakan di sepanjang masa.

Andaikan saja pelanggaran HAM yang berupa pembunuhan manusia di sepanjang sejarah itu dilakukan pada suatu hari yang sama, barangkali udara di seluruh bumi akan terpolusi dengan bau anyir dan bau busuk. Ya, Hitler saja membunuh jutaan orang. Para pemimpin di Rusia, menurut catatan Solzhenitsyn, telah menghabisi nyawa jutaan orang sejak tahun 1923. Khmer Merah membunuh lebih dari 3 juta orang Kampuchea selama periode 1975-1979. Pemerintahan teror Idi Amin (1971-1979) menyumbang hampir 1 juta mayat. Belum lagi, Indonesia!

Menurut arkeolog V. Gordon Childe, kehidupan umat manusia berkembang secara gradual dari tahap savagery ke tahap barbarism dan kemudian tahap civilization. Perubahan evolutif itu menunjuk pada perkembangan kompleksitas kebudayaan manusia. Semakin beradab (civilized), kebudayaan semakin kompleks dengan ditandai sistem pembagian kerja serta struktur-struktur sosial, ekonomi, dan politik yang semakin rumit.

Demikianlah perkembangan penegakkan HAM mengalami kemajuan dari masa ke masa.Berikut ini adalah tonggak-tonggak sejarah penegakan HAM (Abdullah Yazid dkk, 2007)

* Lahirnya MAGNA CHARTA di Inggris pada tahun 1215. Melalui magna charta ini, raja yang tadinya mempunyai kekuasaan absolut (raja sebagai pencipta hukum dan tidak terikat hukum) mulai (1) dibatasi kekuasannya, (2) dapat dimintai pertanggungjawabannya di muka umum.Lalu sistem monarki pun beralih ke monarki konstitusional di mana kekuasaan raja tinggal sebagai simbol belaka
* Lahirnya BILL OF RIGHTS di Inggris pada 1689 yang mengedepankan adagium bahwa manusia sama di muka hukum (equality before law)
* Lahirnya teori-teori sosial-politik baru yang menegakkan HAM, contohnya adalah:
o Rouseau memunculkan teori kontrak sosial (perjanjian masyarakat)
o Montesqueu memunculkan Trias-Politika yang intinya menekankan pemisahan kekuasaan guna mencagah tirani
o John Locke (Inggris) dan Thomas Jefferson (AS) menekankan hak-hak dasar kebebasan dan persamaan à HAM adalah hak-hak alami (natural rights) yang dikaitkan dengan hukum alam (natural law)
* Lahirnya THE AMERICAN DECLARATION OF INDEPENDENCE di AS (1776) dan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU CITOYEN (Deklarasi Hak-hak Manusia dan Warganegara) di Perancis (1789). Ini merupakan prinsip HAM modern yang menjadian acuan masa kini. Gagasan HAM muncul sebagai penolakan campur tangan terhadap kepentingan individu, terutama yang dilakukan oleh negara (negative rights). Prinsipnya, manusia itu merdeka sejak masih ada di dalam rahim ibu.
* Deklarasi HAM di Perancis menjadi dasar dari THE RULE OF LAW yang antara lain menekankan bahwa:
o Tidak boleh ada penangkapan dan penahanan semena-mena tanpa alasan
o Prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence)
o Kebebasan mengeluarkan pendapat (freedom of expression)
o Kebebasan mengatut agama yang dikehendaki (freedom of religion)
o Perlindungan hak milik (the right of property)
* Lahirnya THE FOUR FREEDOMS (6 Januari 1941), dicanangkan Presiden AS Roosevelt, mencakup penegakkan HAM berkenaan dengan:
o Kemerderkaan bersuara
o Kemerdekaan berbibadah menurut keyakinan masing-masing di mana saja di seluru dunia
o Kemerdekaan berusaha dalam ekonomi
o Kemerdekaan dari rasa takut karena tekanan
* Lahirnya THE UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS yang diciptakan oleh PBB pada 10 Desember 1948 (10 Desember = HARI HAM INTERNASIONAL). Deklarasi ini adalah reaksi dari malapetaka HAM selama PD II yang dipelopori Hitler (Nazi Jerman).

SEJARAH HAM DI INDONESIA

Sebenarnya, masyarakat tradisional Indonesia sudah menghargai HAM. Sebagai contoh adalah masyarakat tradisional di Sulawesi Selatan: Dalam buku adat / Lontarak ”Tomadinto di Lagana” dinyatakan bahwa (1) Jika raja berselisih paham dengan Dewan Adat maka raja harus mengalah, (2) Jika Dewan Adat sendiri berselisih maka rakyat yang harus menentukan (Abdullah Yazid dkk, 2007)

Namun selama Indonesia merdeka, masih banyak pelanggaran HAM dilakukan. Bahkan pemerintahan di era Orde Baru dikenal banyak melakukan penindasan HAM. Itulah yang menjadi salah satu factor bangkitnya perlawanan rakyat yang akhirnya menggulingkan rezim Orba untuk mereformasi Indonesia.

Reformasi 1998 menjadikan penegakkan HAM sebagai salah satu agenda yang sangat penting. Maka diciptakanlah peraturan-peraturan untuk menegakkan HAM. Misalnya UU No 3/1999 tentang HAM, dan UU No 26/2000 tentang Peradilan HAM. UUD 1945 sendiri beberapa kali diamandemen dengan memasukkan pasal-pasal yang berisi tentang penegakkan HAM.

KONSEP-KONSEP DASAR HAM (DEFINISI-DEFINISI)

* HAM = adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan YME dan merupakan anugerah Tuhan yang wajib dihormati, dijunjung, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat-martabat manusia Pasal 1 angka 1 UU No 39 th 1999; UU no 26 th 2000)
* PELANGGARAN HAM = setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang…. (Pasal 1 Angka 6 UU No 39 Th 1999 tentang HAM)
* PENGADILAN HAM = Pengadilan Kusus terhadap pelanggaran HAM berat berupa (1) kejahatan genosida atau (2) kejahatan terhadap kemanusiaan.
* KEJAHATAN GENOSIDA = perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara membunuh anggota kelompok. Perbuatan itu mengakibatkan (1) Penderitaan fisik dan mental berat terhadap anggota-anggota kelompok, (2) Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, (3) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
* KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN = salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa
o Pembunuhan
o Pemusnahan
o Perbudakan
o Pengusiran/pemindahan penduduk secara paksa
o Perampasan kemerdekaan/perampasan kebebasan fisik yang melanggar hukum internasional
o Penyiksaan
o Perkosaan
o Perbudakan seksual
o Pelacuran secara paksa
o Pemaksaan kehamilan
o Pemandulan/setrilisasi
o Penganiayaan terhadap suatu kelompok yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alaran lain
o Penghilanhan paksa
o Kejahatan apartheid
* PENYIKSAAN = setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani maupun rohani pada seseorang untuk memperoleh pengakuan/keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan seorang seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 Angka 4 UU No 39 th 1999)
* PENGHILANGAN ORANG SECARA PAKSA = tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaannya dan keadaannya (Penjelasan pasal 33 ayat 2 UU No 39 th 1999)

HAM DI DALAM UNDANG-UNDANG DASAR RI

Dalam UUDS 1950, terdapat cukup lengkap pasal-pasal HAM yaitu sejumlah 35 pasal (dari pasal 2 sampai 42).Jumlah pasal HAM dalam UUDS 1950 ini hampir sama dengan yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights (Abdullah Yazid dkk, 2007)

Dalam UUD 1945 hanya ada 7 pasal tentang HAM (27, 28, 29, 30, 31, 32, 34). Tetapi dalam Pembukaan-nya terdapat penekanan kusus tentang HAM (”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan). Karena minimnya pasal-pasal HAM dalam UUD 1945 itu maka pada masa Orde Baru diperlengkapi dengan undang-undang lain yang menyentuh soal HAM seperti UU No 14 th 1970 – ada 8 pasal HAM dan UU No 8 th 1981 – ada 40 pasal HAM (Abdullah Yazid dkk, 2007)

Dalam UUD 1945 hasil AMANDEMEN 18 Agustus 2000 telah bertambah 1 bab kusus tentang HAM yaitu BAB X-A tentang HAM mulai pasal 28 A sampai 28 J sebagai berikut (Abdullah Yazid dkk, 2007):

* Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya = (Pasal 28 A)
* Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah = Pasal 28 B ayat (1)
* Hak anak untuk melangsungkan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi = Pasal 28 B ayat (2)
* Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar = Pasal 28 C ayat (1)
* Hak untuk mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari IPTEK, seni, dan budaya = Pasal 28 C ayat (1)
* Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif = Pasal 28 C ayat (2)
* Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum = Pasal 28 D ayat (1)
* Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja = Pasal 28 D ayat (2)
* Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan = Pasal 28 D ayat (3)
* Hak atas status kewarganegaraan = Pasal 28 D ayat (4)
* Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya = Pasal 28 E ayat (1)
* Hak memilih pekerjaan = Pasal 28 E ayat (1)
* Hak memilih kewarganegaraan = Pasal 28 E ayat (1)
* Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta hak untuk kembali = Pasal 28 E ayat (1)
* Hak untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya = Pasal 28 E ayat (2)
* Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat = 28 E ayat (3)
* Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi = Pasal 28 F
* Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda = Pasal 28 G ayat (1)
* Hak rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat/tidak berbuat sesuatu yang merupakan HAM = Pasal 28 G ayat (1)
* Hak untuk bebas dari penyiksaan (torture) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia = Pasal 28 G ayat (2)
* Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat = Pasal 28 H ayat (1)
* Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan = Pasal 28 H ayat (1)
* Hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan kusus guna mencapai persamaan dan keadilan = Pasal 28 H ayat (2)
* Hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan kusus guna mencapai persamaan dan keadilan = Pasal 28 H ayat (2)
* Hak atas jaminan sosial = Pasal 28 H ayat (3)
* Hak atas milik pribadi yang tidak bleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapa pun = Pasal 28 H ayat (4)
* Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) = Pasal 28 I ayat (1)

PENEGAKKAN HAM SECARA INTERNASIONAL

Penegakkan HAM juga dilakukan di tingkat dunia. Ada Peradilan HAM Internasional dan PBB juga mempunyai Komisi Penyidik HAM. Semisal ada pelanggaran HAM di Indonesia, komisi kusus dari PBB itu bisa datang dan menyelidiki untuk selanjutnya memproses peradilann

DAFTAR PUSTAKA
GOOGLE.COM
WIKIPEDIA.COM

Kamis, 25 Februari 2010

e-commerce

KERANGKA E-COMMERCE GLOBAL
E-commerce adalah: suatu kontrak transaksi perdagangan antara penjual dan pembeli
dengan menggunakan media internet.
􀂙 Latar Belakang
Global Information Infrastructure (GII), yang masih dalam awal-awal
perkembangannya telah mengubah dunia. Perkembangan teknologi telekomunikasi
dan komputer menyebabkan terjadinya perubahan kultur sehari-hari hampir diseluruh
aspek kehidupan. Di era Informatioan Age ini, media elektronik menjadi salah satu
media andalan untuk melakukan komunikasi dan bisnis. E-commerce mengeksploitasi
media elektronik.
Meledaknya penggunaan internet dan teknologi WWW menyebabkan munculnya
teknologi e-commerce yang berbasis teknologi internet.
Keuntungan penggunaan teknologi internet:
􀂾 Open Platform yang tidak tergantung pada 1 vendor tertentu.
Karena pemakaian internet semakin berkembang, banyak perusahaan dan user
cemas, nantinya pemerintah akan menentukan peraturan yang luas bagi
perdagangan e-commerce (Pajak, Ijin dll).
Dengan tindakan-tindakannya pemerintah dapat mempermudah maupun
menghambat e-commerce. Dengan mengetahui kapan harus bertindak dan kapan
tidak, kehadiran pemerintah sangatlah penting bagi perkembangan e-commerce.
Dasar-dasar kerangka e-commerce:
1. Sektor swasta harus memimpin.
2. Pemerintah harus menghindari pelarangan yang tidak semestinya pada e-commerce.
3. Di tempat keterlibatan pemerintah dibutuhkan, tujuannya harus untuk mendukung dan
memperkuat lingkungan legal yang dapat diramalkan, minimalis, konsisten, dan
sederhana.
4. Pemerintah harus mengenali kualitas-kualitas unik di internet.
5. E-commerce yang ada pada internet harus dipermudah dalam basis global.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
7
Keuntungan E-commerce
• Revenue Stream yang baru mungkin sulit atau tidak dapat diperoleh melalui cara
konvensional.
• Meningkatkan market exposure.
• Menurunkan biaya operasi (operating cost).
• Memperpendek waktu product-cycle.
• Meningkatkan supplier management.
• Melebarkan jangkauan (global reach).
• Meningkatkan customer loyalty.
• Meningkatkan value chain dengan mengkomplemenkan business practice.
Berdasarkan Jenis Transaksinya e-Commerce dibagi 2:
1. Business to business e-commerce (B2B)
Transaksi perdagangan melalui internet yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahan.
Transaksi dagang tersebut sering disebut sebagai Enterprise Resources Planning
(ERP) ataupun supply chain management.
2. Business to Consumer e-commerce (B2C)
Merupakan transaksi jual beli melalui internet antara penjual barang konsumsi dengan
konsumen (end user).
􀂙 Pokok-pokok Permasalahan E-commerce
Bidang-bidang yang membutuhkan kehadiran perjanjian internasional untuk melindungi
internet sebagai media yang tidak mempunyai aturan, yaitu:
1. Masalah Finansial
􀂾 Bea Cukai dan Perpajakan
Perpajakan di internet harus mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pajak harus tidak mengubah maupun menghalangi perdagangan.
2. Sistem pajak tersebut harus sederhana dan transparan (mudah dilaksanakan dan
tidak merugikan pihak manapun).
3. Sistem tersebut harus dapat menyesuaikan dengan sistem pajak yang sekarang
digunakan oleh negara-negara yang telah menjalankannya.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
8
􀂾 Sistem Pembayaran secara Elektronis (Electronic Money)
Teknologi baru telah memungkinkan kita untuk mengadakan pembayaran barang
atau pelayanan melalui internet. Beberapa metode akan menghubungkan sistem
perbankan elektronis dan sistem pembayaran, dengan menghubungkan satu
dengan lainnya melalui internet, termasuk:
• Kartu Kredit & Kartu Debet
Lingkungan teknologi berubah dengan cepat di bidang perkembangan sistem
pembayaran elektronis, karena itu sangatlah sulit untuk mengembangkan
kebijakan yang tepat pada waktunya dan tepat pada sasarannya.
2. Masalah Hukum
􀂾 Uniform Commercial Code (UCC) untuk E-commerce
UCC adalah sebuah dokumen hukum dagang yang penting.
The National Conference of Commisioners of Uniform State of Law (NCCUSL) dan
American Law Institute, para sponsor UCC telah berusaha menyesuaikan UCC
pada cyberspace.
Prinsip-prinsip berikut, jika memungkinkan, harus memberi pedoman pada pembuatan
bagan peraturan-peraturan yang menentukan e-commerce global:
• Orang seharusnya bebas mengharapkan adanya hubungan kontrak di antara
mereka.
• Peraturan-peraturan harus murni teknologi.
• Peraturan-peraturan yang sudah ada harus dimodifikasi untuk mendukung
penggunaan teknologi elektronik.
• Proses-proses ini harus meliputi sektor perdagangan high-tech dan juga
perusahaan-perusahaan yang belum online.
Dengan prinsip-prinsip yang dimaksud, harus dikembangkan ketetapan model
tambahan dan harus menyeragamkan prinsip-prinsip dasar untuk menghapus
rintangan yang bersifat administratif, mengatur dan untuk memudahkan e-commerce
dengan:
• Mendorong pengakuan, penerimaan dan kemudahan komunikasi elektronis dari
pemerintah.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
9
• Mendorong peraturan internasional yang konsisten untuk mendukung penerimaan
tanda tangan elektronik dan prosedur-prosedur asli lain.
• Memajukan perkembangan mekanisme pemecahan perselisihan yang memadai,
efisien dan efektif untuk transaksi perdagangan global.
􀂾 Perlindungan Intellectual Property
Perdagangan internasional akan sering melibatkan penjualan dan lisensi
intellectual property.
Ketika teknologi dapat digunakan untuk membajak, sebuah kerangka hukum yang
efektif dan memadai juga diperlukan untuk mencegah kecurangan dan pencurian
intellectual property, serta untuk memberi jalan keluar hukum yang efektif saat
kejahatan terjadi.
􀀹 Copyright
Perjanjian yang menetapkan norma-norma internasional untuk perlindungan
copyright:
• Berne Convention untuk Protection of Literary and Artistic Work
Perjanjian ini memberikan sebuah alat perlindungan untuk karya-karya dan
rekaman suara mereka masing-masing, dibawah peraturan-peraturan
sendiri.
Pada Desember 1996, World Intellectual Property Organization (WIPO)
memperbarui Berne Convention, menjadi:
• WIPO Copyright Treaty
• WIPO Performance and Phonograms Treaty
Kedua perjanjian ini mencakup ketentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan perlindungan teknologi, dengan informasi manajemen copyright, dan
dengan hak komunikasi untuk masyarakat
Tujuan-tujuan copyright buatan pemerintah meliputi:
• Mendorong negara-negara untuk melaksanakan kewajiban yang berisi
Agreement on Trade- Related Aspect of Intellectual Property (TRIPS)
sepenuhnya dan secepat mungkin.
• Mencari pengesahan dan simpanan alat-alat.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
10
• Mendorong negara-negara lain untuk ikut serta dalam kedua perjanjian
baru ini, serta sepenuhnya melaksanakan kewajibannya sesuai perjanjian
itu.
• Meyakinkan bahwa partner-partner dagang menetapkan peraturanperaturan
dan hokum.
􀀹 Perlindungan Sui Generis Database
Konferensi WIPO di Jenewa pada Desember 1996 tidak memuat perjanjian
yang diusulkan untuk melindungi unsur-unsur database yang tidak asli.
Sebagai gantinya, konferensi tersebut mengadakan sebuah pertemuan untuk
membahas langkah-langkah awal dalam mempelajari proposal penetapan
perlindungan Sui Generis Database, mengenai kebutuhan dan sifat proteksi
diperlukan dalam lingkup domestik dan internasional.
􀀹 Paten
Untuk menciptakan lingkungan yang dapat dipercaya pada e-commerce maka
perjanjian paten harus:
• Melarang negara-negara anggota memberi ijin pada kelompok-kelompok
untuk mengeksploitasi penemuan-penemuan yang sudah paten tanpa
sepengetahuan pemilik paten.
• Meminta negara-negara anggota untuk memberi perlindungan yang
memadai dan efektif bagi subjek permasalahan yang dapat dipatenkan, dan
yang penting bagi perkembangan serta keberhasilan GII.
• Menetapkan standar-standar internasional untuk penentuan validitas klaim
paten.
􀀹 Merek Dagang dan Nama Domain
• Masalah akan muncul ketika merk dagang yang sama untuk barang atau
layanan yang sama dimiliki oleh pihak berbeda dan di negara yang
berbeda.
• Masalah akan muncul di GII ketika ada pihak yang mendaftarkan nama
domain internet yang sama persis dengan merk dagang mereka yang
sudah terdaftar.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
11
Pengadilan pun telah mulai menangani hak-hak Intellectual Property saat melihat
adanya penyalahgunaan nama domain yang dapat membuat hak-hak merek
dagang semakin lemah.
􀂾 Privasi (Privacy)
Pada bulan Juni 1995, Privacy Working Group Pemerintah AS, yaitu Information
Infrastructure Task Force (IITF) membuat sebuah laporan dengan judul “ Privacy
and The National Information Infrastructure”, laporan tersebut merekomendasikan
serangkaian prinsip (Privacy Principles) untuk menentukan koleksi personal data
pada era informasi ini.
Privacy Principles mengenal tiga nilai:
• Privasi informasi
• Integritas informasi
• Kualitas informasi
􀂾 Keamanan
GII yang aman membutuhkan:
1. Jaringan telekomunikasi yang aman dan dapat dipercaya.
2. Alat yang efektif untuk melindungi sistem informasi yang diberikan jaringan
tersebut.
3. Alat yang efektif untuk membuktikan dan menjamin perlindungan data dari
penggunaan yang ilegal pada informasi elektronik.
4. Para user GII yang terlatih, yang paham akan cara proteksi sistem dan data
mereka.
3. Masalah Akses Pasar
􀂾 Sarana Telekomunikasi dan teknologi Informasi
E-commerce global bergantung pada jaringan telekomunikasi yang modern,
bersifat tidak berlapis dan global, juga bergantung pada penerapan komputer
dan penerapan informasi yang dihubungkan dengan e-commerce.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
12
Masalah yang dihadapi konsumen:
1. Layanan telekomunikasi terlalu mahal.
2. Bandwidth terlalu terbatas dan layanannya tidak banyak tersedia dan tidak
dapat dipercaya.
􀂾 Isi (Content)
Ada empat bidang yang diprioritaskan, yaitu:
1. Peraturan mengenai isi
2. Quota isi asing
3. Peraturan periklanan
4. Peraturan untuk menghindari penipuan
􀂾 Standar teknik
Untuk menjamin pertumbuhan e-commerce global di internet, standar-standar
diperlukan dalam penjaminan kemampuan yang dapat dipercaya,
interoperabilitas, pengurangan pemakaian, dan skalabilitas pada bidang-bidang
seperti:
1. Pembayaran elektronis
2. Keamanan
3. Prasarana layanan keamanan
4. Sistem manajemen copyright elektronis
5. Pengkonversian video dan data
6. Teknologi network yang high speed
􀂙 Strategi yang Terkoordinasi
Keberhasilan e-commerce membutuhkan sebuah kemitraan yang efektif antara sektor
swata dan sektor masyarakat, yang dipimpin oleh sektor swasta.
Partisipasi pemerintah harus masuk akal dan beralasan dalam menghindari kontradiksi
dan kekacauan yang kadang-kadang muncul ketika agen-agen pemerintah secara
sendiri-sendiri menyatakan wewenangnya, dan melaksanakannya tanpa koordinasi
sama sekali.
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
13
Apabila sektor swasta dan pemerintah menjalankan perannya dengan tepat maka
kesempatan ini dapat dicapai untuk kepentingan semua orang.
􀂾 Kebijakan InterNIC
Pihak yang berwenang atas domain top level di Amerika Serikat adalah InterNIC
(Internet Network Information Center) yang pendaftarannya ada di Network
solutions, Inc.
Kebijakan-kebijakan InterNIC yaitu :
• Kebijakan yang berkenaan dengan perselisihan yang muncul dari registrasi nama
domain pada domain-domain .com, .net, .gov, .edu, dan .org.
Ada banyak tempat pendaftaran internasional yang menangani domain seperti .ca
untuk Kanada, .uk untuk Inggris, .ge untuk Jerman dll.
􀂾 Tinjauan Hukum sistem Nama Domain di Internet
Hal yang paling penting di dalam masalah domain name adalah banyaknya
masalah hukum yang timbul di dalam penentuan domain name pada suatu
perusahaan yang mulai masuk ke sistem perdagangan e-commerce.
Tindakan mencari keuntungan dengan menyerobot nama domain yang dituju oleh
pihak lain dalam dunia internet disebut dengan cybersquating.
Beberapa keuntungan penggunaan internet sebagai media perdagangan:
1. Keuntungan bagi pembeli
• Menurunkan harga jual produk
• Meningkatkan daya kompetisi penjual
• Meningkatkan produktivitas pembeli
• Manajemen informasi yang lebih baik
• Mengurangi biaya dan waktu pengadaan barang
• Kendali Inventory yang lebih baik
Kerangka e-Commerce Global
Pengantar Teknologi Sistem Informasi Akuntansi 2 - RDK
14
2. Keuntungan bagi penjual
• Identifikasi target pelanggan dan definisi pasar yang lebih baik
• Manajemen cash flow yang lebih baik
• Meningkatkan kesempatan berpartisipasi dalam pengadaan barang atau jasa
(tender)
• Meningkatkan efisiensi
• Kesempatan untuk melancarkan proses pembayaran pesanan barang
• Mengurangi biaya pemasaran
Domain Name:
• Eksistensinya adalah sebagai alamat dan nama dalam sistem jaringan
komputerisasi dan telekomunikasi.
• Lebih bersifat sebagai amanat yang diberikan oleh masyarakat hukum pengguna
internet dibanding sebagai suatu property.
• Asasnya adalah berlaku first come first served.
• Tidak adanya pemeriksaan substantive.
• Sepanjang tidak dapat dibuktikan beritikad tidak baik, maka perolehan nama
domain bukanlah tindak pidana.
Merek:
• Eksistensinya berfungsi sebagai daya pembeda dalam lingkup perindustrian dan
perdagangan.
• Lebih bersifat property karena merupakan kreasi intelektual manusia yang
dimintakan haknya kepada negara untuk kepentingan industri dan perdagangan.
• Asasnya ada yang menganut first to field dan ada yang menganut first to used.
• Harus ada pemeriksaan substantive.
• Sepanjang tidak diberikan lisensi oleh yang berhak maka penggunaan merek
adalah pelanggaran.