Jumat, 26 Februari 2010

KEWARGANEGARAAN

TUGAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN















NAMA : MUHAMMAD SYAMIR
NPM : 31108370
KELAS : 2 DB07

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang HAM(Hak Asasi Manusia), yang di sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “HAM” yang sangat sering tidak di ketahui oleh orang lain. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.




Jakarta, february 2010

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….1
Sinergi UU Pers Dan UU KIP Untuk Kelangsungan Kemerdekaan Pers ………………………………..3
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..7























Sinergi UU Pers Dan UU KIP Untuk Kelangsungan Kemerdekaan Pers

1. TAP MPR NO :XVII/1998 TENTANG HAM:

Pasal 14: “Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai

hati nurani”.



Pasal 19: “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan

mengeluarkan pendapat”.



Pasal 20: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya”.



Pasal 21: ”Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,

mengolah, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran

yang tersedia”.



Pasal 42: ”Hak warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi dijamin dan dilindungi

2. UU NO 39/1999 TENTANG HAM:



Pasal 14: (1). ”Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi

yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.

(2). ”Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.

Pasal 23: (2). ”Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan, dan

menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan

atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan

memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan

umum, dan keutuhan bangsa”.

Pasal 60: (2). “Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi

sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi

pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai

kesusilaan dan kepatuhan”.

4.UU NO 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS:

Pasal 4 ayat (3): “ Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak

mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.

Pasal 6: ”Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui”.

4. AMANDEMEN II UUD 1945:

Pasal 28 E

(3). Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

pendapat.



Pasal 28 F

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi

dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.



II. SINERGI UU PERS DAN UU KIP

A. AMANAT UU PERS:



1. Pasal 3 ayat (1): “Pers nasional mempunyai fungsi kontrol sosial”.

2. Pasal 6: “Pers nasional melaksanakan peranan sbb.:

a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;

d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal berkaitan dengan kepentingan umum;

e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran”.



B. JANJI PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO PADA PIDATO KENEGARAAN USAI PELANTIKAN 20 OKTOBER 2004

1. Akan memerangi korupsi,

2. Akan menyelenggarakan pemerintahan bersih dan baik (clean and good governance).

Komitmen Presiden SBY bermakna pers profesional terpanggil untuk melaksanakan jurnalisme investigasi untuk turut memerangi korupsi dan praktik-praktik bad governance lainnya.

C. AMANAT UU KIP:

1. Pejabat publik wajib menyiarkan informasi publik,

2. Pejabat publik harus memajukan pemerintah yang terbuka,

3. Informasi yang dikecualikan harus jelas pengertiannya dan dites kadar “public interest” nya,

4. Permohonan publik untuk tahu diproses cepat, adil,
Penolakan harus sesuai pertimbangan badan independent,

5. Keinginan publik untuk tahu jangan ditakutkan (deterrent) karena ongkos yang mahal,

6. Rapat-rapat badan publik (public bodies) terbuka untuk umum,

7. Pengungkap informasi harus dilindungi.



UU KIP sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut diatas akan membantu dan mengefektifkan fungsi kontrol dan pengawasan pers, serta membantu terwujudnya komitmen Presiden SBY terhadap penyelenggaraan clean and governance.



III. EFEKTIFITAS SINERGI UU PERS DAN UU KIP TERANCAM OLEH BERBAGAI KETENTUAN

DAN UU:



1. Ancaman bersumber dari UU KIP:

Pertama, Pemerintah ngotot mempertahankan ketentuan sanksi yang mengkriminalkan pengguna informasi. Pasal 5 ayat (1) menyebut: “Pengguna informasi publik wajib menggunakan informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bagi yang menyalah gunakan informasi publik, diancam pidana penjara paling lama satu tahun. (Pasal52) dan/atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah.

Persoalan potensialnya, informasi publik itu justru diperlukan untuk memenuhi akurasi liputan investigasi. Kalau kegiatan seperti itu dapat dinilai melanggar Pasal 5 ayat (1) di atas, tidakkah ketentuan seperti itu berdampak melumpuhkan UU Pers?

Kedua, UU KIP yang akan datang akan mengoperasikan Komisi Informasi. Pemerintah menjadi anggota. Tidakkah ketentuan seperti itu akan mendisain Komisi Informasi yang akan dating seperti Dewan Pers di era Orde Baru, ketuanya orang pemerintah, dan dengan posisi itu dapat mensubordinasi UU KIP itu sendiri?

UU KIP ini adalah UU paradoksal. Brandnya keterbukaan, isinya berkandungan kriminalisasi pengguna informasi. RUU KIP diawali dengan desain untuk memperkuat RUU Pers, tetapi diakhiri dengan desain berpotensi melumpuhkan UU Pers.

2. KUHP dan RUU KUHP mengancam:

Menteri Hukum dan Ham telah mempersiapkan RUU KUHP, yang lebih kejam dari KUHP buatan pemerintah kolonial Belanda (1917). KUHP berisi 37 pasal yang telah mengirim orang-orang pergerakan dan orang-orang pers ke penjara Digul. Selama 63 tahun ini masih digunakan memenjarakan wartawan. Kini, RUU KUHP bukannya disesuaikan dengan konsep good governance justru berisi 61 pasal yang dapat memenjarakan wartawan.

3. UU Penyiaran (No. 32/2002) mengancam:

UU Penyiaran (No. 32/2002) dalam beberapa pasal mengakomodasi politik hukum yang lebih kejam. Isi siaran televisi – termasuk karya jurnalistik – bermuatan fitnah, hasutan, menyesatkan, dan bohong diancam dengan pidana penjara bukan hanya sampai dengan lima tahun, juga dapat ditambah dengan denda paling banyak 10 miliar rupiah.

4. UU ITE mengancam:

Perkembangan teknologi informatika berdampak – demi survival dan kemajuan industri suratkabar harus mengikuti konvergensi media. Produk pers selain disebarkan lewat media cetak juga go on line dan mengembangkan industri dengan memiliki stasiun radio, televisi, dan media internet. Media mainstream seperti Kompas, Media Indonesia, Tempo kini dapat diakses dalam wujud informasi elektronik.

Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 45 Ayat 1 UU ITE dapat dibaca bahwa pers yang mendistribusikan karya jurnalistik memuat penghinaan dan pencemaran nama baik dalam wujud informasi elektronik dan dokumen elektronik diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda sampai satu miliar rupiah.

Persoalannya, UU Pers dan KUHP mendefinisi penghinaan dan pencemaran nama baik berbeda.



5. UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengancam kemerdekaan pers:



Pasal 97: “Media massa cetak menyediakan halaman dan waktu yang adil dan seimbang untuk pemuatan berita dan wawancara serta untuk pemasangan iklan kampanye bagi peserta pemilu”.



Pasal 98 ayat (1): “KPI atau Dewan Pers melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran atau media cetak”.



Pasal 99 ayat (1): “Pelanggar Pasal 97 diancam pembredelan”.

UU Penyiaran (No.32/2002) Pasal 55 mengatur sanksi terhadap lembaga penyiaran mulai dari teguran tertulis, penghentian acara sementara, denda sampai pencabutan izin.



UU Pers selain menyiadakan pembredelan, berdasar Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2) justru “ terhadap setiap orang yang menyensor, membredel, dan yang melarang penyiaran – diancam pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp. 500 juta,-.

Demikianlah paradoks Indonesia, UU Pers bukan hanya meniadakan pembredelan, juga mengancam penjara siapa saja yang menyensor, yang membredel penerbitan pers. Tetapi UU Pemilu justru memberi otoritas kepada Dewan Pers membredel media cetak.

DAFTAR PUSTAKA
GOOGLE.COM
WIKI.COM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar